Kamis, 29 Desember 2011

Nonton Film Hafalan Shalat delisa

Hari ini kami sudah sepakat mengisi salah satu hari libur dengan menonton bioskop. Dengan berbagai pertimbangan dan perhitungan yang ketat, akhirnya kami memilih film "Hafalan Shalat Delisa".
Sejak pagi hari anak-anak sudah menanyakan.."kapan berangkat ke bioskop?"
"ma..jadi nggak kita nonton film?"
"lhoo..katanya mau nontoh film delisa?"
Rupanya anak-anak sangat harap-harap cemas, mereka takut kami tidak menepati janji untuk pergi bersama nonton bioskop.

Membeli Tiket
Papa dan mama akhirnya berangkat bertiga (dengan Shabira) ke Tunjungan Plaza untuk membeli tiket. Kami sepakat untuk membeli 6 tiket bioskop.
Setelah memperoleh tiket, kami segera pulang. Begitu sampai di rumah ternyata anak-anak sudah siap. Mereka sudah mandi dan memakai baju untuk pergi. "Horeee...kita jadi pergi nonton.."

Cheesss....kami sudah siap

Woo...mereka sudah siap berangkat
Berangkat
Selepas sholat maghrib kami berangkat. Ainin, Acil, Aca dan Naswa duduk di kursi belakang, mama duduk di samping papa yang sedang mengemudi mobil keluarga kami. Shabira tidak ikut, dia menunggu di rumah bersama Bu Dhe Wawa.

Sampai di Lokasi
Pukul 18.40 kami sudah sampai di TP. Begitu kaki kami memasuki Tunjunga Plasa anak-anak keliatan sangat antusias..apa lagi saat itu ada pertunjukan Dora. Wooooowwwww seru....!!
Karena kami datang lebih awal, maka kami bisa mengisi waktu dengan menonton pentas Dora.
"Ma...Dora itu orang yaa...?"
"Buut lucu yaa...."
Tepat pukul 19:25 kami menuju ke gedung bioskop. Sampai di gedung bioskop, ternyata pertunjukan sudah dimulai...kami segera bergegas masuk. Kami kesulitan mencari tempat duduk kami, tapi...dengan melihat 6 kursi kosong berurutan, kami berasumsi....pasti ini kursi buat kami.

Di dalam gedung bioskop
Anak-anak rupanya sangat menitkmati film ini. Mereka duduk dengan rapi dan tenang. Kejadian-demi kejadian dalam film itu rupanya menyentuh hari mereka. Mereka ikut sedih dan terharu...bahkan sempat menitikkan air mata mereka...

intinya...seru !

Kamis, 01 Desember 2011

3 Bekal Mengasuh Anak



Apakah do’a-do’a kita telah cukup untuk mengantar anak-anak menuju masa depan yang menenteramkan? Apakah nasehat-nasehat yang kita berikan telah cukup untuk membawa mereka pada kehidupan yang mulia? Ataukah kita justru merasa telah cukup memberi bekal kepada anak-anak kita dengan mengirim mereka ke sekolah-sekolah terbaik dan fasilitas yang lengkap? Kita telah merasa sempurna sebagai orangtua karena bekal ilmu telah melekat kuat dalam diri kita.

Hari-hari ini, ada yang perlu kita renungkan. Betapa banyak ahli yang ‘ibadah yang keturunannya jauh dari munajat kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Tak ada anak yang mendo’akannya sesudah kematian datang. Begitu pula, alangkah banyak orangtua yang nasehatnya diingat dan petuahnya dinanti-nanti ribuan manusia. Tetapi sedikit sekali yang berbekas dalam diri anak. Padahal tak ada niatannya untuk melalaikan anak sehingga lupa memberi nasehat. Ia bahkan memenuhi setiap pertemuannya dengan anak dengan nasehat-nasehat disebabkan sedikitnya waktu untuk bertemu. Tetapi justru karena itulah, tak ada lagi kerinduan dalam diri anak. Sebab pertemuan tak lagi indah. Nyaris tak ada bedanya bertemu orangtua dengan mendengar kaset ceramah.

Lalu apakah yang sanggup menaklukkan hati anak sehingga kata-kata kita selalu bertuah? Apakah kedalaman ilmu kita yang bisa membuat mereka hanyut mendengar nasehat-nasehat kita? Ataukah besarnya wibawa kita yang akan membuat mereka senantiasa terarah jalan hidupnya? Atau kehebatan kita dalam ilmu komunikasi yang menyebabkan mereka selalu menerima ucapan-ucapan kita? Sebab tidaklah kita berbicara kecuali secara terukur, baik pilihan kata maupun ketepatan waktu dalam berbicara.

Ah, rasanya kita masih banyak menemukan paradoks yang susah untuk dibantah. Ada orang-orang yang tampaknya kurang sekali kemampuannya dalam memilih kata, tetapi anak-anaknya mendengarkan nasehatnya dengan segenap rasa hormat. Ada orangtua yang tampak sekali betapa kurang ilmunya dalam pengasuhan, tetapi ia mampu mengantarkan anak-anaknya menuju masa depan yang terarah dan bahagia. Tak ada yang ia miliki selain pengharapan yang besar kepada Allah ‘Azza wa Jalla seraya harap-harap cemas dikarenakan kurangnya ilmu yang ia miliki dalam mengasuh anak. Sebaliknya, ada orangtua yang begitu yakinnya bisa mendidik anak secara sempurna. Tapi tak ada yang bisa ia banggakan dari anak-anak itu di masa dewasa kecuali kenangan masa kecilnya yang lucu menggemaskan.

Agaknya…, ada yang perlu kita tengok kembali dalam diri kita, sudahkah kita memiliki bekal untuk mengasuh anak-anak itu menuju masa dewasa? Tanpa menafikan bekal lain yang kita perlukan dalam mengasuh anak, terutama yang berkait dengan ilmu, kita perlu merenungi sejenak firman Allah Ta’ala dalam surat An-Nisa’ ayat 9:

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. An-Nisaa’, 4: 9).

Mujahid menjelaskan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan permintaan Sa’ad bin Abi Waqash tatkala sedang sakit keras. Pada saat Rasulullah saw. datang menjenguk, Sa’ad berkata, “Ya Rasulallah, aku tidak memiliki ahli waris kecuali seorang anak perempuan. Apakah aku boleh menginfakkan dua pertiga dari hartaku?”

Rasulullah saw. bersabda, “Tidak boleh.”

“Separo, ya Rasul?”

“Tidak,” jawab Rasul lagi.

“Jika sepertiga, ya Rasul?”

Rasul mengizinkan, “Ya, sepertiga juga sudah banyak.” Rasulullah saw. bersabda, “Lebih baik kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan daripada dalam keadaan miskin yang meminta-minta kepada orang lain.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Berpijak pada ayat ini, ada tiga pelajaran penting yang perlu kita catat. Betapa pun inginnya kita membelanjakan sebagian besar harta kita untuk kepentingan dakwah ilaLlah, ada yang harus kita perhatikan atas anak-anak kita. Betapa pun besar keinginan kita untuk menghabiskan umur di jalan dakwah, ada yang harus kita periksa terkait kesiapan anak-anak dan keluarga kita. Sangat berbeda keluarga Umar bin Khaththab dan Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu anhuma dengan keluarga sebagian sahabat Nabi lainnya. Umar bin Khaththab menyedekahkan separo dari hartanya, sedangkan Abu Bakar Ash-Shiddiq tidak meninggalkan untuk keluarganya kecuali Allah dan Rasul-Nya. Abu Bakar menginfakkan seluruh hartanya. Dan Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan sekaligus menyambut baik amal shalih keduanya.

Lalu…, bagaimanakah dengan keluarga kita?

Kembali kepada pada perbincangan awal kita. Ada tiga bekal yang perlu kita miliki dalam mengasuh anak-anak kita. Pertama, rasa takut terhadap masa depan mereka. Berbekal rasa takut, kita siapkan mereka agar tidak menjadi generasi yang lemah. Kita pantau perkembangan mereka kalau-kalau ada bagian dari hidup mereka saat ini yang menjadi penyebab datangnya kesulitan di masa mendatang. Berbekal rasa takut, kita berusaha dengan sungguh-sungguh agar mereka memiliki bekal yang cukup untuk mengarungi kehidupan dengan kepala tegak dan iman kokoh.

Sesungguhnya di antara penyebab kelalaian kita menjaga mereka adalah rasa aman. Kita tidak mengkhawatiri mereka sedikit pun, sehingga mudah sekali kita mengizinkan mereka untuk asyik-masyuk dengan TV atau hiburan lainnya. Kita lupa bahwa hiburan sesungguhnya dibutuhkan oleh mereka yang telah penat bekerja keras. Kita lupa bahwa hiburan hanyalah untuk menjaga agar tidak mengalami kejenuhan.

Hari ini, banyak orang berhibur bahkan ketika belum mengerjakan sesuatu yang produktif. Sama sekali!

Kedua, taqwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Andaikata tak ada bekal pengetahuan yang kita miliki tentang bagaimana mengasuh anak-anak kita, maka sungguh cukuplah ketaqwaan itu mengendalikan diri kita. Berbekal taqwa, ucapan kita akan terkendali dan tindakan kita tidak melampaui batas. Seorang yang pemarah dan mudah meledak emosinya, akan mudah luluh kalau jika ia bertaqwa. Ia luluh bukan karena lemahnya hati, tetapi ia amat takut kepada Allah Ta’ala. Ia menundukkan dirinya terhadap perintah Allah dan rasul-Nya seraya menjaga dirinya agar tidak melanggar larangan-larangan-Nya.

Ingin sekali saya berbincang tentang perkara taqwa, tetapi saya tidak sanggup memberanikan diri karena saya melihat masih amat jauh diri saya dari derajat taqwa. Karena itu, saya mencukupkan pembicaraan tentang taqwa sampai di sini. Semoga Allah Ta’ala menolong kita dan memasukkan kita beserta seluruh keturunan kita ke dalam golongan orang-orang yang bertaqwa.

Allahumma amin.

Ketiga, berbicara dengan perkataan yang benar (qaulan sadidan). Boleh jadi banyak kebiasaan yang masih mengenaskan dalam diri kita. Tetapi berbekal taqwa, berbicara dengan perkataan yang benar (qaulan sadidan) akan mendorong kita untuk terus berbenah. Sebaliknya, tanpa dilandasi taqwa, berbicara dengan perkataan yang benar dapat menjadikan diri kita terbiasa mendengar perkara yang buruk dan pada akhirnya membuat kita lebih permisif terhadapnya. Kita lebih terbiasa terhadap hal-hal yang kurang patut.

Karenanya, dua hal ini harus kita perjuangkan agar melekat dalam diri kita. Dua perkara ini, taqwa dan berbicara dengan perkataan yang benar (qaulan sadidan) kita upayakan agar semakin meningkat dari waktu ke waktu. Sekiranya keduanya ada dalam diri kita, maka Allah akan baguskan diri kita dan amal-amal kita.

Allah Ta’ala berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al-Ahzab, 33: 70-71).

Nah.

Masih banyak yang ingin saya tulis, tetapi tak ada lagi ruang untuk berbincang di kesempatan ini. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla pertemukan kita dalam kesempatan yang lebih lapang.

::Semoga yang sederhana bisa sekaligus menjadi penjelas tentang batas maksimal sedekah yang diperkenankan, kecuali bagi mereka yang imannya dan iman keluarganya sudah setingkat imannya Abu Bakar Ash-Shiddiq ra dan keluarganya.
See Translation

Senin, 31 Oktober 2011

Pergi Ke Puspa Agro

Hari ini (Minggu, 30 Oktober 2011) kami berenam ditambah Eyang Bibi pergi ke Puspa Agro Sidoarjo.

Kamis, 29 September 2011

Happy Milad 6th

6 tahun yang lalu engkau hadir didunia dengan bobot hanya 2900 gram, dengan jarum ditangan karena ketika lahir air ketuban mama keruh sehingga kau harus disuntik selama 3 hari, ketika mau pulang ternyata eng masih kuning akhirnya engkau harus nginep 1 hari lagi di rs, ketika engkau disinar mama pulang tanpa membawamu, baru keesokan harinya engkau ku jemput, sekarang engkau tumbuh menjadi anak yang cantik dengan rambut kriwul yang semua orang iri pada rambutmu padahal engkau ingin di rebonding, engkau anak yang selalu istiqomah dan sangat cerdas dan juga engkau anak yang lembut mempunyai kulit yang lembut danjuga hati yang lembut harus hati2 sekali mama dan papa memperlakukanmu karena kau begitu sensitif happy milad anakku semogaALLAH SWT selalu melindungimu memberi petunjuk dan memberi kemudahan dalam hidupmu, semoga engkau selalu menjadi anak yang selalu suka membaca qur'an karen qur'an itu petunjuk dalam hidupmu



salam mama&papa

Selasa, 27 September 2011

Cheeiss...di pinggir pantai

Sebelum pulang...kami sempatkan untuk ambil gambar dulu...chiiessss, cekelik

Pergi Ke Kenjeran

Bergaya dengan Topi Pantai yang cantikk....
Anak-anak sedang menikmati liburan di Pantai Kenjeran..

Minggu, 25 September 2011

Makan Siang Spesial

Menu makan siang special: ayam bumbu rujak, oseng-oseng tempe plus pete , tempe goreng dan sambal bajak

Setelah berkeliling kebun sengon, akhirnya kami kembali ke rumah mbah Kiai. 
Luar biasa....kami dijamu dengan menu istimeewa.

Sabtu, 24 September 2011

Melihat Hutan Sengon

Sabtu pagi ini (24-09-2011) kami melihat hutang sengon di Pasuruan.

Lihat Peta Lebih Besar

Sampe di Rumah Mbah Kiai
Begitu kami sampai di rumah Mbah Kiai (kami menyebut demikian karena orang-orang sekitar memanggilnya seperti itu) kami disambut dengan luar biasa meriah,
dua kopi panas terhidang di meja.
Kopi Hitam...celeng...mantab



Masuk ke Kebun
Kami berjalan menyusuri jalan setapak untuk bisa sampai ke kebun sengon kami. 
Di kebun kami ada dua tanaman utama yaitu sengon dan jabon.
Masuk ke kebun Sengon

Ulat di Daun Jabon
Terlihat beberapa pohon Jabon daunya dimakan lalat.




Kami telah menyiapkan obat (racun hama dan ulat) untuk menanggulangi ulat tersebut.


Minggu, 04 September 2011

Hasil Karya Acing dan Aca

Zebra...karya potongan Acing
Setelah melalui hiruk-pikuk mudik lebaran,
anak-anak kembali ke dunianya masing-masing.
Aqila (acing) dan Ghatsa (aca) sepakat untuk menyelesaikan
 karya gunting tempel mereka.
Dengan bersusah payah, dan cucuran air mata,
akhirnya mereka bisa juga menyelesaikan pekerjaan
mereka.
Jerapah dan pohon karya Aca

Sebenarnya apa yang mereka buat sederhana,
tapi karena mereka anak-anak yang masing-masing punya
keinginan yang beda-beda, maka proses pembuatan poster poo up tersebut
tidak berjalan dengan mulus.
Masing masing ingin menempel objek (binatang dan pohon)
sesuai dengan keinginana mereka, sehingga
tak jarang mereka bertengkar hanya gara-gara gajahnya
 tidak mau bersebelahan denaan harimau.
Hasil akhir karya mereka...miniatur hutan dengan pohon, dan binatang

Jumat, 02 September 2011

Pergi Ke Rumah Embah Man Braboan


Setelah dari Rumah Mbah Di di desa Papringan, Kecamatan Temayang, Bojonegoro, kami melanjutkan perjalanan menuju ke rumah mbah Man di dusun Braboan, desa Pandantoyo, Temayang, Bojonegoro.
Perjalanan ke rumah mbah Man kami tempuh sekitar 20 menit dari desa Temayang. Jalan yang kami lalui tidak terlalu mulus, bahkan banyak lobang di sana sini.
Akhirnya kami sampai di rumah mbah Man. Sebelum masuk ke rumah
kami sempatkan untuk berfoto bersama

Kami akhirnya masuk ke ruang utama rumah mbah Man. Ruang tamunya sangat sederhana
tak beda dengan ruang tamu orang desa pada umumnya.
Pada dinding terlihat beberapa foto artis yang sempat terkenal pada masanya.

Di bagian tengan rumah kami melihat ada meja makan sederhana, penuh dengan debu,
ada sebuah kendi, beberapa gelas, piring dan sebuah termos.

Di samping meja makan ada kulkas tradisional tempat menyimpan makanan
supaya awet, tidak dimakan kucing, semut dan lalat.

Ada yang kelupaan, sebuah alat transportasi yang tak lekang ditelan jaman,
sampai sekarang masih jadi favorit semua orang, apa itu?
SEPEDA....ya sepeda. Disudut kamar tamu ada sebuah
sepeda usang, sudah tua dan bannya sudah gembes terparkir dengan rapi

Ini wajah mbah Man dan Mbok Jah, yang sederhana
tak pernah mengeluh, dan dalam kesederhanaannya masih tetap
ingin memberi anak-anak kecil yang berkunjung ke rumahnya






Ledre

Sebelum balik ke Surabaya kami sempatkan untuk membeli
oleh-oleh khas Bojonegoro...yaitu LEDRE

Mau Balik Surabaya

Budhe Yud, Aca, Argo, Tante Rini, Aya, dan Etha

Rabu, 31 Agustus 2011

Mudik Lebaran 1432 H


Kami Sutanto's Family mengucapkan
Selamat Idul Fitri 1432 H
Taqoballohu minna waminkum
Taqobbal  yaa karim

Minal aidzin walfa idzin

Sutanto's Family 1432H