Jumat, 16 Maret 2012

copy paste dari twitter @kupinang

Pelajaran apa yang bisa kita petik dari tubuh ringkih Syaikh Ahmad Yassin?.Jalan tak kuat, mata tak bisa melihat, suaranya lirih, tetapi ia mampu menggerakkan ribuan manusia. Kata-katanya berpengaruh, ucapannya didengar & nasehatnya dihormati meski jasadnya sudah tidak ada lagi. Kematiannya juga mengajarkan kepada kita bahwa tubuh ringkih itu lebih besar pengaruhnya daripada anak-anak muda yg tegap jalannya, sehingga untuk membunuhnya, Israel perlu menyiapkan bom-bom ukuran besar. 


Apa yang bisa kita pelajari dari Jenderal Sudirman? Paru-parunya tinggal satu, melangkah dengan tegap ia tak mampu, tetapi acungan telunjuknya diikuti dengan patuh. Tubuhnya lemah, tetapi kepemimpinannya sangat kuat. Ia tak mampu melakukan orasi yang memukau, tetapi integritas pribadinya menggentarkan lawan dan menggetarkan kawan. Ia adalah seorang pemimpin yang sangat berpengaruh.


Kisah orang-orang besar ini mengajarkan kepada kita betapa keliru dan sesatnya peribahasa yang mengatakan,  “Men sana in corpore sano. Di dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang kuat.” Justru sebaliknya, jiwa kitalah yg lebih menentukan. Jika jiwa kita sakit, maka tubuh yang kuat sekali pun tak dapat memberikan manfaat bagi hidup kita. Sebaliknya, tubuh yang kuat tidak dengan sendirinya menyebabkan jiwa kita sehat dan kuat. Bukankah banyak penjahat & penipu yg badannya tegap, suaranya mantap & bicaranya memikat? Tubuh mereka sehat, tp jiwa mereka ringkih.


Sekali lagi, kita dapat mengambil pelajaran penting dari kisah yang lebih dramatis. Saya mendapatkannya dari sebuah buku bertajuk Saat Hidayah Menyapa yang dihadiahkan oleh penulisnya, Ustadz Fariq Gasim Anuz kepada saya. Buku ini brtutur ttg ‘Abdullah bin Umar Bani’mah, seorang ustadz di Jeddah yang tidak mampu mnggerakkan anggota badannya dg baik. Ia lumpuh, lehernya patah shg mnggeleng pun luar biasa sulit, suara tak bisa lantang & duduk di kursi roda pun bukan pkerjaan mudah. Dibanding Syaikh Ahmad Yassin, ‘Abdullah Bani’mah lemah fisiknya. Hanya saja, ‘Abdullah Bani’mah tidak mengalami kebutaan.  Tetapi…. Di balik ringkihnya tubuh ‘Abdullah Bani’mah yg tak berdaya, Allah Ta’ala memberikan kekuatan dalam menggerakkan manusia.


Banyak orang terinspirasi setelah mendengar ceramahnya. Bukan karena gaya bicaranya yang memukau. Bukan. Ia bukan seorang orator. Tetapi kata-katanya berpengaruh krn jiwa yg menuturkannya taat kpd Allah. Isinya padat, penyampaiannya lugas tak bernilai puitis, gaya bicaranya datar tak mendayu-dayu, dan tidak menggunakan trik-trik komunikasi publik yang memikat. Tetapi Allah Ta’ala jadikan pembicaraannya sebagai wasilah (perantara) turunnya hidayah kepada ribuan jiwa manusia. Allah Ta’ala karuniakan kepadanya kekuatan bicara yang berbobot (qaulan tsaqiilan) dan menggetarkan.


Bercermin pada kisah mereka, kita belajar bahwa kecerdasan saja tidak cukup, meskipun ia bernama kejeniusan. Kesempurnaan fisik saja tidak cukup, meskipun ia memiliki kemampuan melihat yang ketajamannya melebihi orang lain. Keterampilan saja tidak cukup, meskipun ia melakukan pekerjaan yang sangat rumit dalam waktu sekejap secara sempurna. Betapa banyak orang yang memiliki bakat berlimpah (jika Anda percaya bakat itu ada) & kemampuan yang menakjubkan, tetapi mereka gagal mengelola dirinya sehingga memberi manfaat terbaik bagi dirinya, orang lain dan terutama agama ini.


Sebaliknya, kita telah belajar dari sejarah masa lalu maupun kisah yang masih berlangsung hingga hari ini, betapa banyak orang yang memiliki setumpuk kekurangan dan bahkan hampir-hampir tak ada kelebihannya sama sekali, tp mrk mampu mengukir kebaikan di atas lembar sejarah hidupnya krn jelasnya tujuan & besarnya daya tahan mnghadapi kesulitan. Mereka berhasil melakukan hal-hal besar bukan karena memiliki kemampuan yg sangat besar, tp krn besarnya pnghargaan mrk thdp hidup sehingga menjaganya dengan hati-hati agar dapat mempertanggung-jawabkan di hadapan Allah Ta’ala di Hari Akhir nanti. Mereka menjaga nilai hidupnya dengan melakukan hal-hal yang memberi manfaat dan bersungguh-sungguh dalam menjalaninya.


Mari kita tengok sejarah! Apa yang terjadi pada para sahabat radhiyallahu ‘anhum ajma’in?, Lihatlah para bekas budak dan ahlus-suffah yang tak berdaya itu. Mereka datang menghadap raja, berbicara dengan penguasa negeri lain, dengan langkah tegap dan kepala tegak. Mereka memiliki harga diri yang tinggi dan kepercayaan diri yang sangat kuat. Sepeninggal Rasulullah, para bekas budak itu telah menjadi orang-orang terhormat yang kata-katanya didengar dan nasehatnya dinanti. Apa yang telah mengubah mereka? Iman. Perubahan yang menjadikan mereka berdiri sama tegak dan berbicara sama tegas. Bukan karena mereka pongah, tetapi karena mereka memiliki ‘izzah (harga diri) dan ‘iffah (kendali diri) yang kuat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar